Jumat, 28 Mei 2010

a longa e sinuosa estrada em Lorosae

Hari itu, 26 September 1999, dengan menggunakan pesawat hercules C-130 milik TNI AU sedikitnya 29 wartawan media nasional dibawah koordinir Kol.Panggih mendarat di bandara Komoro,Dili. Kedatangan kami di Dili untuk meliput saat saat terakhir penarikan pasukan TNI dari Timor timur yang ditandai dengan penyerahan kodal (Komando dan pengendali) keamanan dari PPDM (panglima penguasa darurat militer) Mayjen TNI Kiki Syahnakri kepada INTERFET (international force for east timor) dibawah pimpinan Mayjen.Peter Cosgrove. Dengan menggunakan bus hijau milik korem kami berangkat dari bandara komoro menuju ke faroul, markas batalyon linud 700. Sepanjang perjalanan melewati jalan jalan utama di kota Dili, terlihat sangat lengang oleh warga kota, banyak barikade kawat berduri dan kendaraan militer milik interfet berseliweran termasuk helikopter black hawk meraung raung di udara. Kami walaupun menggunakan kendaraan TNI harus beberapa kali berputar karena blokade, maklumlah INTERFET seakan akan sudah tidah sabar lagi untuk memegang komando dan kendali keamanan di Timor timur. Kol.Panggih meminta kami sebelum ke markas Yon linud 700 mampir di pelabuhan dili terlebih dahulu, untuk meliput penarikan personil TNI dengan KRI Teluk Banten. Siang itu kami sampai dipelabuhan,kulihat banyak personil TNI yang tengah menunggu kedatangan KRI Teluk Banten, kebanyakan dari mereka hanya bisa mengisi waktu luang dengan bermain kartu,mencukur rambut atau sekedar tiduran didekat barang bawaan mereka,memang setiap personil sudah tidak dijinkan lagi meninggalkan pelabuhan
karena seluruhnya siap berangkat jika KRI tiba. Dibawah pengawasan tentara australia yang ketat dengan segala perlengkapan dan atributnya menunjukan kota Dili seolah olah menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia, bagi kami itu terlalu berlebihan, "Show of force" lah, bayangkan saja dengan pakaian tempur lengkap, bullet proof vest, night vision google, senapan laras panjang steyr dan pistol glock bahkan pakai electric shock gun segala , plus kendaraan lapis baja yang moncong senjatanya di arahkan ke pelabuhan. Reporteku,Ari Purnomo Adji meminta untuk membuat PTC (piece to camera) di jembatan pelabuhan ,untuk melengkapi storynya tentang penarikan pasukan TNI dari Dili. Sesaat tengah melakukan PTC, sebuah ledakan yang menimbulkan bola api besar membumbung ke udara sekaligus mengisi frameku dan menjadi background PTC ari. segera kukemas kameraku dan kami meninggalkan kompleks pelabuhan menuju lokasi kejadian..begitu melewati kantor gubernur Tim-Tim kendaraan kami sudah diblokir oleh tank dan
kendaraan lapis baja lainnya, "you are not allowed to enter this area!" kata seorang tentara gurkha yang menjaga blokade itu.tapi kulihat banyak wartawan asing alias bule yang dengan seenaknya bisa masuk, tanpa banyak cingcong aku bersama cameraman RCTI,Deny Yuriandi dan fotografer kompas Eddi Hasby ( Eddy Hasby menerbitkan foto-foto liputan ini dalam bukunya the long and winding road) dan beberapa fotografer lainnya menerabas masuk untuk mengambil gambar. Ternyata ledakan itu berasal dari gedung bank danamon yang masih baru, sepertinya ada yang tidak rela meninggalkan gedung sebagus itu pada interfet atau Timor timur. Tidak tampak pemadam kebakaran atau upaya untuk memadamkan api tapi hanyalah tentara australia dan inggris yang panik dan siap tembak berlari sambil membidik disekitarnya
.kamipun boleh mendekati mereka dan mendapat gambar yang menarik. (foto-foto dibawah ini merupakan footage dari camera ENG kami) aku dan Deny, sepertinya saling mengerti untuk memanfaatkan situasi ini " Den,tukar kamera! lu bawa punya gua trus kita saling shooting!" teriakku pada Deny. Dengan sigap deny mengambil kameraku dan sebaliknya aku mulai merekam aksi deny. Aku dan Deni mulai bermain main diantara pasukan yang tengah siaga mencari pelaku peledakan. konyol memang kita berdua masih sempat sempatnya membuat dokumentasi pribadi yang akhirnya berguna juga hingga saat ini
(pembenaran ya? hehhe...)tak lama, seorang kapten dari brigade infanteri inggris rupanya sudah memperhatikan aku dan Deny sejak dari tadi, menghampiri kami dan berteriak " please stay away from the troops, you could be injured". Akhirnya kami sadar juga ,bagaimana kalau saat itu masih ada kontak senjata, pastilah sangat berbahaya..tapi itulah kesan kami bahwa interfet terlalu 'lebay' atau berlebihan,...tapi
bagaimanapun kami mendapat liputan bagus hari itu..setelah peledakan bank danamon kami menuju ke markas Yon 700 , untuk meliput kegiatan yang lain.Malamnya kami menginap di farol, menempati ruangan tengah yang berisikan beberapa meja panjang sehingga kami tidur sebagian di atas meja dan sisanya harus menggelar koran dilantai, malam itu kami tengah menunggu keputusan dari PDM tentang bagaimana prosesi penyerahan kodal besok pagi, kami semua berharap ,besok pagi merupakan saat saat yang ditunggu dan bersejarah, terbuka dan dapat diliput, karena kami khawatir sejak keberadaan interfet di Dili, protokoler hampir didominasi oleh INTERFET dan bisa bisa penyerahan kodalpun bisa berlangsung tertutup. Benar saja keesokan harinya, beberapa jam sebelum upacara penyerahan kodal dari panglima PDM ke INTERFET, kami diberi tahu bahwa upacara itu tertutup dan tidak bisa diliput oleh media, dengan alasan yang tidak istimewa dan berlangsung singkat. Acara itu berlangsung tepat pukul 09.00 waktu Dili dan prosesinya hanya sekitar 30 menit. Kami benar benar kecewa atas tingkah dan kepongahan INTERFET terhadap wartawan indonesia, tak heran jika pasca peristiwa itu Australia dihajar habis habisan di media internasional dan memerosotkan simpatik dunia terhadap campur tangan Australia dalam kasus Timor timur.Tak banyak yang dapat kami lakukan selain menunggu acara press confrence dari Panglima PDM,Mayjen TNI Kiki Syahnakri dan komandan INTERFET Mayjen peter Cosgrove. Dengan ditandainya penyerahan kodal dari TNI ke pasukan multinasional maka serempak juga seluruh kekuatan TNI ditarik dari bumi Lorosae, yang tersisa hanya Yon Linud 700 yang berjumlah 100 personil guna menjaga seluruh aset Indonesia yang masih berada disana. Kamipun sudah siap untuk keluar dari Timor timur,dengan menggunakan sebuah truk kayu diangkut ke bandara, suasana di jalanan jauh lebih ramai dari hari sebelumnya, tampak masyarakat mulai keluar dan turun kejalan,namun kesan sinis dan antipati terhadap indonesia masih kental terpancar dari tatapan,bahkan umpatan yang dilontarkan jika kami jumpai mereka di sepanjang jalan menuju komoro, Suasana di bandara Komoro,Dili sangat sibuk banyak pesawat militer multinasional yang take off dan landing,sedikitnya ada 6 hercules C-130 TNI AU yang sudah terparkir disanadan siap menerbangkan pasukan TNI meninggalkan lorosae. Selepas tengah hari seluruh pesawat hercules TNI AU itu melakukan start engine,taxing and taking off untuk membawa kami meninggalkan bekas anak ibu pertiwi itu. good bye lorosae....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar