Jumat, 18 Januari 2013

Ekspedisi Atap Dunia



Hipoksia menjadi inisiasiku di cartenz
Siang itu tanggal 11 agustus 2000, aku dengan Kang Soen (Effendy Soen) menumpang pesawat milik PT.freeport, Airfast tiba di bandara Mozes kilangin timika. Angin panas kering menyapu kulit kami ketika berjalan menuju departing room yang berada agak jauh dari tempat berhentinya pesawat...tujuan kedatangan kami disini untuk bergabung dengan tim poligon yang akan melakukan pendakian di puncak cartenz pyramid (4884 mdpl)dalam rangka peringatan 55 tahun kemerdekaan indonesia. tim sudah berada di disini beberapa hari sebelumnya guna melakukan latihan fisik dan tehnik serta penyesuaian ketinggian. setelah mengambil beberapa ransel besar kami yang diturunkan melalui bagasi pesawat,..kami berjalan keluar bandara,..kang!.. seru seorang pemuda berbadan tegap menyapa kang soen dari balik pintu keluar,...eh..ternyata salah satu anak buahnya "pak daeng" yang ditugaskan menjemput dan menemani kami sebelum pendakian. Pak Daeng adalah komandan grup satgas intel satuan khusus yang ditempatkan didaerah itu. Setelah bertemu pak daeng di "tokonya" kami menuju hotel yang sudah disediakan untuk bermalam serta melakukan persiapan. memang waktu kami yang sangat sempit kami harus memanfaatkan waktu itu sebaik mungkin termasuk repack bawaan kami dan tentunya istirahat yang cukup. malam itu anak buahnya pak daeng kembali mengetuk pintu kamar untuk mensuplay ransum dan perbekalan kami untuk pendakian besok pagi..sekali lagi kami membongkar ransel kami berdua untuk menata ulang pakaian ,ransum dan tentunya peralatan shuting. Tepat jam 5 subuh kami sudah dijemput anak buah pak daeng untuk menuju ke bandara Mozes kilangin timika, karena kami atas budi baik Pak Aerlangga "boss" Airfast akan meminjamkan sebuah heli jenis bell untuk kami menuju cartenz..pagi itu kami masuk di hanggar airfast masih terlihat lengang namun pak Aerlangga sudah menunggu diruang kerjanya yang berada di salah satu hanggar,..sambil menikmati teh hangat ,.Pak Aerlangga yang juga teman lama kang soen, banyak bercerita tentang berbagai operasi militer di papua yang melibatkan dirinya."De,sudah siap? soalnya ke cartenz pakai heli lebih bahaya lho!..ga ada aklimatisasinya" seru Pak aerlangga padaku,..sambil setengah percaya, "Siap pak" kata kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.Memang jauh lebih beresiko jika kita mencapai puncak cartenz dengan menggunakan helikopter jika dibandingkan dengan mendaki secara bertahap,..karena itu tadi,aklimatisasi merupakan faktor penting bagi seorang pendaki yaitu untuk melakukan penyesuaian tubuh pendaki dengan ketinggian dan suhu yang berlaku..jika aku dan kang soen harus melakukan aklimatisasi dulu, maka kita akan tertinggal dari tim yang sudah mulai mendaki sejak tiga hari lalu dan akhirnya tidak terkejar deadline yang telah ditentukan. menggunakan helikopter merupakan shortcut untuk bergabung dengan tim tetapi memiliki resiko paling fatal dan bisa berakibat pada kematian. Jauh hari sebelum berangkat Pimpinan Ekpedisi POLIGON, Kol.inf.Edhi Wibowo telah mengingatkan kami untuk melakukan persiapan sebaik mungkin termasuk fisik dan tehnis hingga mencapai zero accident. akupun sebulan penuh telah melakukan latihan fisik untuk mencapai kualitas baik dengan keberadaan Hb dalam darah pada posisi yang prima. kondisi Hb dalam darah harus berada pada tingkat prima karena berhubungan dengan kemampuan hemoglobin dalam darah untuk mengikat oksigen.Pada ketinggian tertentu tingkat oksigen yang diikat oleh darah semakin sedikit sehingga membuat kita akan merasa mual, pening, susah bernafas dan pada tingkatan akut akan mengalami kehilangan kesadaran,koma atau berakhir dengan kematian. gejala gejala ini yang sering dikenal dengan nama penyakit gunung atau mountain sickness atau hipoksia. salah satu untuk mencegah penyakit gunung ini adalah dengan melakukan aklimatisasi atau penyesuaian pada ketinggian secara bertahap. Kang soen lebih terlatih dalam menghadapi mountain sicknes ini karena selama satu minggu penuh sebelum ke Timika , dia melakukan puluhan sortie terjun payung dari ketinggian 6000 kaki, otomatis tubuhnya lebih cepat melakukan penyesuaian terhadap ketinggian dibanding aku . setelah menikmati secangkir teh di kantornya Pak Airlangga, kita menuju apron dimana sebuah helicopter jenis bell sudah menunggu, sesaat aku dan Kang Soen melompat kedalam cabin dan pak Airlangga menutup pintu dari luar sambil mengacungkan jempol pada pilot isyarat kalo kita ready for take off,.. start engine dan tak lama kami sudah mengudara, vector to cartenz. Aku dan kang soen diminta untuk menggunakan masker oksigen selama penerbangan, maklum kali ini kami terbang agak tinggi sehinga kadar oksigen di cabin agak menipis,..kurang lebih 30 menit , tak jauh didepan kita sudah terbentang pegunungan jayawijaya yang begita gagah,..puncak sukarno yang diselimuti salju tepat didepan kami dan sedikit serong ke kanan cartenz pyramid tampak menonjol bagai sebilah mata kampak dengan punggung tebal dan terjal,..kami sempat beberapa kali memutar diatas cartenz pyramid sebelum menuju landing pad yang sudah disiapkan oleh tim poligon yang telah tiba sehari sebelumnya,..base camp kita berada di lembah danau danau (4200 mdpl), tempatnya bagaikan sebuah cawan yang dikelilingi oleh cartenz summit (4884 mdpl),puncak jaya (ngapulu), dan cartenz timur sehingga tidak heran tiupan angin sangat kencang di daerah itu, dan merupakan suatu tantangan bagi pilot kami untuk mendaratkan helikopter secara sempurna di base camp,..tak lama pilot menengok ke kami dan memberi aba aba untuk melompat saja karena sangat tidak mungkin untuk touch down diatas landing pad akibat tail wind atau angin kencang dari belakang. Aku dan kang Soeng melompat dan menjauh dari helikopter yang setengah hovering, menyusul sebuah lambaian ke pilot tanda terima kasih ,..sesaat saja heli itu memutar ,meninggi dan menghilang diantara tembok tebing lembah danau danau,..seiring dengan lenyapnya deru suara heli itu menyadarkan ku akan kesunyian lembah danau danau yang misterius. .....Selamat datang !... suara kapten.inf.iwan setiawan menyambut kita di dekat halipad,..sambil berjalan menuju basecamp kapten iwan lebih banyak berbicara dengan Kang Soen tentang kesiapan tim jelang pendakian cartenz summit tanggal 16 agustus nanti. tak banyak yang kita lakukan di base camp pada hari itu, maklum sebagian anggota poligon masih melakukan penyesuaian dengan ketinggian lembah danau danau. Beberapa saat berada di base camp, mulai kukeluarkan camcorder ku untuk melakukan reportase dengan Kang soen,mulai dari persiapan tim,..estimasi waktu pendakian,dan interview. sesekali nafasku mulai tersengal sengal ketika harus berpindah dengan camera gear dari satu titik ke titik yang lain. oksigen terasa sangat tipis, sesekali kubantu pernafasanku dengan oksigen portable yang kubawa di pinggang. tak terasa hari semakin siang dan kami mencoba untuk berjalan hingga beberapa beberapa ratus meter di lidah es yang menjulur dari puncak sukarno. hal ini dilakukan untuk melatih tubuh kita melakukan adaptasi dengan ketinggian. Ketika melakukan aktifitas tubuh kita tidak terlalu tersiksa dengan tipisnya oksigen yang ada,hal ini karena paru paru kita bekerja lebih keras sehingga oksigen jauh lebih banyak terhisap oleh kita,...yang paling menyiksa ketika kita diam dan tidak melakukan apa apa, gejala hipoksia lebih cepat menyerang yang diawali dengan rasa kantuk yang berat, serasa melayang dan mau merebahkan kepala saja,..."gil, pokoknya jangan tidur ya! entar mati enak lho.." tukas kang Soen,ketika melihat mataku sudah berat pada saat istrihat siang di base camp."Ngantuk banget kang!" kataku,..sambil menampar nampar pipiku,kang Soen mengajakku untuk memindahkan batu batu sebesar kepala yang ada di dekat tenda,maksudnya supaya aku tetap bergerak dan tidak terserang hipoksia..satu tabung portable oksigenku sudah habis,masih tersisa dua tabung lagi, tapi harus ku irit-irit hingga tubuhku benar benar mulai menyesuaikan dengan ketinggian. Rasa sakit perlahan mulai datang menyerangku berawal dari rasa susah bernafas , kesadaran mulai berkurang karena ketika aku disuruh menghitung dari angka satu sampai dua puluh, mulai ada angka yang terlewati dan tidak berurut, hal ini menunjukan gejala hipoksia subyektif seperti gangguan konsentrasi dan gerakan koordinatif yang semakin lama kurasa semakin parah..sakit kepala juga mulai menyerang seakan kepalaku dijepit oleh dua batu besar dan benar benar sakit. yang kuingat hanyalah jangan sampai tertidur karena hal itu akan menuntunku menjadi black out alias pingsan. aku pastikan aku terserang hipoksia serius. Tidak heran, setelah di drop dengan helikopter pada ketinggian 4200 mdpl tentulah sangat beresiko terserang penyakit hipoksia,salah satu penyakit yang paling dikhawatirkan setiap pendaki gunung. Aku dipindahkan ke tenda komando, ada seorang dokter yang mulai mengukur tekanan darahku dan mulai memberiku beberapa pil sambil mencoba untuk menyeruput teh panas dan sepiring bubur oatmeal..ternyata setelah beberapa jam gejala pusing dan kantuk itu tak kunjung reda bahkan ditambah rasa mual yang berat..tanpa bisa kutahan lagi akhirnya seluruh isi perutku ini keluar dan membuatku menjadi lemas..."sumpah!..baru kali ini kurasa bagaimana sakitnya kalau diserang sakit gunung"gumanku..walaupun lemas aku merasakan keringat mulai mengucur dan kepala lebih enteng dibanding sebelumnya, ahh,mudah mudahan saja ini pertanda baik sehingga aku bisa melanjutkan liputanku besok pagi. benar saja,... setelah makan malam kondisi jauh lebih baik dan bugar, nafasku mulai teratur dan sudah bisa kembali bergabung dengan teman teman. Malam di lembah danau danau merupakan pengalaman yang tak terlupakan olehku,..malam hening itu membawaku untuk berkontemplasi dengan alam , tak henti hentinya kupanjatkan rasa syukur pada sang khalik bahwa aku diberi kesempatan menginjakan kaki di salah satu atap dunia, yang menjadi tempat idaman setiap pendaki gunung, malam itu hampir semua rasi bintang dapat terlihat dengan jelas karena tak ada satu awanpun yang menutupi wajah jaya wijaya dan purnama menyiram cahayanya sehingga refleksi putih salju puncak sukarno mengisi latar belakang basecamp kami. sayang,.. momen itu tak bisa kuabadikan dengan kameraku karena aku lebih baik menyimpan energi baterai cameraku untuk liputan pengibaran sang merah putih di kaki cartenz summit besok pagi. Malam itu seakan malam terpanjang yang pernah kulewati, aku dengan kang soen dalam satu tenda, walaupun sudah terbungkus dengan sleeping bag bulu angsa buatan Swiss milik kang Soen, tetap saja tidak menghalangi tajamnya dingin udara malam menusuk hingga ke tulang..tenda kita tersebar diantara danau danau kecil dilembah itu dan tepat berada di ujung lidah es yang turun dari sisi gunung Sukarno. Tubuhku mulai menyesuaikan dengan ketinggian karena aku merasa lebih baik dibanding sore tadi, tidak lagi terserang hipoksia, konsentrasi dan motorikku lebih koordinatif, malah membuatku lebih sulit untuk mencari rasa kantuk..sebagian malam itu kuhabiskan menikmati siraman rembulan hingga benar benar rasa kantuk menyerangku ... Zzzzzttt..
bunyi piring dan cangkir kaleng disekitar tenda pagi itu membangunkanku,..bau masakan instan ala pendaki menarikku dari gumpalan sleeping bag untuk bergabung dengan tim lain yang sudah bangun terdahulu..hari ini kita memulai dengan berbagai kegiatan seperti apel pagi ,aklimatisasi serta persiapan upacara pengibaran bendera 17 belas agustus walau masih beberapa hari lagi sekaligus rekaman upacara dikaki cartenz summit dengan kami termasuk pembuatan iklan sebuah stasiun tv swasta yang meminta sebagian tim Poligon untuk menancapkan bendera tv tersebut pada daerah bersalju di daerah puncak sukarno dan,... yang terpenting setelah makan siang , aku dan kang soen akan kembali membawa footage kita menuju Tembagapura.
setelah menikmati sarapan, setiap orang menyiapkan kelengkapan pribadi untuk bergabung dengan kegiatan hari itu, aklimatisasi wajib diikuti setiap anggota, karena dua hari kedepan pendakian kepunggung hingga summit cartenz pyramid membutuhkan penyesuaian lagi pada 600 meter terakhir bagi setiap pendaki. tak banyak yang dilakukan dalam aklimatisasi ini hanya berjalan di bebatuan hingga salju abadi dengan elevasi ketinggian yang berbeda sehingga setiap anggota semakin terbiasa dengan ketinggian yang dicapainya. mentari semakin meninggi dan kamipun siap untuk melakukan perekaman sekaligus latihan pengibaran bendera merah putih termasuk pembacaan teks proklamasi tepat di kaki cartenz summit. perekaman ini dimaksud untuk diputar ulang tepat pada tanggal 17 agustus pada siaran langsung dari istana merdeka jakarta. setelah perekaman upacara bendera selesai, kita kembali ke basecamp untuk makan siang dan persiapan kembali berjalan kaki hingga ke Grasberg, Tembagapura. Kapten Iwan Setiawan , komandan tim POLIGON mengantar aku dan kang Soen hingga ke depan base camp, untuk selanjutnya kami berdua menuruni lembah danau danau ..." aku sepuluh tahun yang lalu bersama norman edwin menuruni jalur ini gil " kata kang Soen kepadaku dalam keheningan lembah danau danau menuju pintu angin, suatu tempat yang digelari nama oleh para pendaki karena berupa tebing yang mengapit ibarat sebuah pintu bagi angin. setelah beberapa jam berjalan kaki tiga danau dan zebra wall sudah mulai terdengar deru kendaraan berat eksplorasi PT.Freeport yang beroperasi di grasberg. tak lama kita telah memasuki area eksplorasi pertambangan dan menunggu jemputan tim pendukung POLIGON yang telah menunggu di grasberg untuk selanjutnya mengantarkan kita menuju timika untuk persiapan kembali ke Jakarta.

incredible india



Ketika menginjakan kaki di bandara  Internasional Indira Gandhi New Delhi setelah menempuh perjalanan dari dari Jakarta via Doha, Qatar  rasanya ingin cepat sampai di hotel untuk mandi dan menikmati makanan hangat dan tentunya,.. sedikit istirahat sebelum memulai menyusuri kota Delhi.  Dengan sebuah mobil kijang  tahun 80an kami menuju hotel Aravali yang telah kami pesan sebelumnya melalui internet, persisnya  di daerah Rajokri hanya beberapa kilometer dari bandara. Begitu keluar dari kompleks bandara, pemandangan kumuh dan semrawut  kendaraan menjadi suguhan utama bagi kami. Supir yang menjemput kami, tidak terhitung sudah berapa kali membunyikan klakson mobilnya sehingga kamipun tertegun,..kalau di jakarta, pengguna jalan lain sudah pasti sewot  jika diklakson bertubi tubi seperti itu,..tapi di india hal itu menjadi hal lumrah bahkan dianjurkan untuk membunyikan klakson,lebih takjub lagi setiap mobil besar dibelakangnya pasti ada tulisan yang berbunyi  please blow the horn. Memang tak heran semua kendaraan yang dipacu dengan kecepatan yang diatas rata rata, alias ngebut tentulah klakson menjadi salah satu andalan mereka di jalan raya .   Setelah  bersih bersih di hotel, perjalanan menyusuri kota new delhi dimulai dengan menggunakan taksi..dari Rajokri ke pusat kota dengan taksi dikenakan biaya sekitar 500 rupes atau sekitar 90 ribuan rupiah, walaupun ada meter terkadang taksi lebih suka untuk mematok harga atau borongan untuk kesatu  tujuan. Pertama kita mencari tempat penukaran uang karena menukar uang  di tempat tempat tidak resmi seperti toko, karena ada beberapa toko juga melayani penukaran uang, menawarkan nilai tukar  jauh lebih besar  dibandingkan dengan di authorized money changer . Untuk seratus dolar amerika jika ditukar di penukaran resmi paling banyak hanya dapat 5.100 rupes sementara di toko itu bisa mencapai 5.500 rupes. Lumayan selisihnya mencapai 80 ribuan rupiah.        Di daerah  Canakyapuri, konon mentengnya New Delhi merupakan daerah  pusat  kedutaan  dan ekspatriat, bagi kami merupakan tempat yang cocok untuk mencoba kuliner a la India. Beberapa teman berpesan jika  di India sebaiknya mengkonsumsi air kemasan karena jika  minum air sembarangan akan mudah terkena diare.. betul juga, kalau dilihat kepadatan penduduk dikota New Delhi tentunya air tanah sudah sangat tercemar dan rentan terjangkit diare. Nasi beryani, ayam tanduri  dan kari paratha menjadi menu pertama kami di Delhi, plus chai atau teh susu ala India, menu ini tidak terlalu asing bagi kami, tapi appetizer dan dessert nya yang unik, bayangkan saja sambil menunggu menu utama kami disuguhi irisan bawang bombang dengan sejenis bubuk kari sebagai makanan pembuka, tak heran kalau aroma bawang bombay sering kita jumpai di india. Kemudian untuk menu penutupnya butiran gula warna warni dengan biji adas  yang bercita rasa mint,..suguhan ini selintas semacam pakan burung,tapi oke juga,  sudah mencoba sesuatu yang lain.   Sebenarnya untuk urusan makan di india relatif lebih murah jika makan di restoran restoran kecil,  makan berdua dengan menu diatas  hanya merogoh kocek  kurang dari 400 rupes atau hanya sekitar 80 ribuan rupiah.   Setelah makan , kami jumpai hal yang  paling menyebalkan ketika kami hendak mengganti simcard  telepon kami   ke  nomor lokal  harus  memakai paspor dan dan pas photo,  rumitnya..  harus mencantumkan nomor seseorang  di india yang menjamin kita selama di negeri itu, belum lagi, konon nomor telepon  tersebut setelah diaktivasi baru bisa digunakan  dua hari kemudian, ,..bersyukur kita hanya  membutuhkan  hanya  satu hari  untuk bisa berhalo halo setelah diaktivasi ,..hahaha india banget mesti pakai repot dot com. 

Selling and yelling sudah biasa
Jika sudah sampai ke New Delhi wajib hukumnya  berkunjung ke daerah Janpath, semacam pasar sogo jongkoknya New Delhi  untuk mencari buah tangan khas India, mulai dari pernak pernik perak dan perunggu, tas dan baju jahitan india sampai hiasan dinding dan karpet..semuanya bisa didapat dengan tawar menawar. Tips untuk belanja cerdas !.. jangan lupa menawar hingga 50 persen dari harga yang ditawarkan.  Janpath merupakan salah satu tempat favorit bagi turis turis yang berkunjung ke New Delhi. Sebenarnya masih  banyak tempat menarik untuk belanja selain Janpath, ada Khan Market, pasar kecil dan tertata rapi ditujukan untuk ekspatriat, tentu hargapun berbeda,  diatas  harga rata rata  karena kenyamanan berbelanja yang ditawarkan, ada juga Delhi Hut semacam area eksebisi yang menawarkan berbagai pameran musiman. Masuk ke Delhi Hut di kenakan tiket masuk sekitar 10 ribuan rupiah per orangnya. Waktu kita berkunjung kesana di Delhi Hut tengah menyelenggarakan  pameran tekstil dan kerajinan Kashmir. Unik juga jika berbelanja di India, sekali kita melakukan tawar menawar  akan terasa lebih sulit untuk melepaskan diri dari kejaran pedagangnya yang agresif menawarkan jualnya,.terkadang mereka berjualan sambil berteriak dengan aksen india kental,  come on sir, how much do you want sir!..  pokoknya selling dan yelling itu  biasa. Di India juga surga bagi pemburu obat obatan medic, harganya memang super murah karena  pemerintah disana  memberikan subsidi yang besar bagi kesehatan dan pendidikan. Teman kami  menitipkan obat kolestrol dengan merek dagang crestor  berisi 30 kapsul hanya dihargai setara dengan 100 ribu rupiah  sementara obat yang sama di apotik atau toko obat di  Jakarta berisi 28 kapsul harganya mencapai 550 ribu rupiah. Tak heran obat obatan juga menjadi incaran turis yang berkunjung kesana. Begitupun untuk pendidikan, dengan membayar  20 juta rupiah  seorang mahasiswa dari Indonesia  sudah bisa mengenyam  pendidikan S2 plus  asrama gratis dan buku bukunya ,tinggal belajar saja, tentu lebih murah lagi bagi mereka yang berwarganegara India.

Old and New Delhi 
Di New Delhi, jangan lupa juga untuk mengunjungi Old Delhi yang terletak disebelahnya,. Disana kita akan menjumpai gambaran india sebenarnya, ada mobil, bajaj dan sapi dalam satu jalur, pengemis dan pedagang asongan serta tukang cukur pinggir jalan layaknya pasar malam, menambah semrawutnya old delhi. Di sini terdapat masjid tua  yang dikenal sebagai Masjid Jami atau Masjid Jahan Numa yang dibangun oleh Sultan  Mughal Sjah Jahan . Agak  ke selatan sekitar 4 jam berkendara  tepatnya  wilayah Agra, Uttar Pradesh Juga patut dikunjungi untuk melihat  peninggalan kesultanan Mughal lainnya  yaitu  Taj Mahal yang merupakan sebuah edifisio dari  cerita cinta sultan Sjah Jahan pada permaisurinya Mumtaz Mahal..kalau sudah begitu,  berarti sudah bisa menikmati tagline nya kementerian pariwisata india,..Incredible India.