Bukan main, baru datang saja kami sudah disuguhi
kebiasaan dan cara mentawai..
Sekitar satu jam kita berhenti di Selapa, menghangatkan perut dengan kopi instan serta ketemu kepala desa yang masih belia,kami kembali kedalam perahu dan wendi memacu
motor tempelnya menyusuri sungai silaoinan,..hari itu hari jumat sekitar pukul 14an, sepertinya kita lebih cepat dari waktu yang diperkirakan karena air sungai tengah meluap, jadi debet airnya pun tinggi, hanya saja arus dari hulu pun cukup deras dan membawa gelondongan kayu serta bongkahan pohon yang rubuh akibat abrasi sungai..lagi lagi swendi harus membersihkan baling baling motor tempelnya dari lilitan sampah dan akar akar yang hanyut. Hanya sekitar setengah jam kita sudah sampai ditempat yang kita tuju yaitu desa Sangong..Desa ini hanya terdiri dari beberapa Uma atau rumah yang persis berada dipinggiran
kelokan sungai silaoinan. sengaja kuminta diturunkan lebih dulu di tepi , sementara boat dan seluruh penumpangnya kuminta berputar beberapa kali lagi, sehinga aku bisa merekam jalannya perahu dari daratan,..cuaca masih hujan namun tidak terlalu deras, aku melompat keluar dengan kameraku dari perahu dan meniti batang kelapa yang dibuat sebagai jembatan menghubungkan pinggiran sungai keatas uma..terlihat beberapa anak suku mentawai mulai berlarian kearahku,.dan menatapku sementara beberapa orang dewasa masih duduk di teras uma sambil memandangku. Kuselesaikan tugasku mengambil gambar dan kuminta yanti untuk turun dan masuk kedalam uma untuk memperkenalkan diri,..( hal ini biasa kita lakukan untuk keperluan dokumenter story kita) ...Sambil dibantu beberapa laki laki dari uma itu, barang barang kami dipindahkan dari perahu ke bagian dalam uma. Tarida sejak di muara membeli sekantong ikan tongkol segar yang dibungkus dengan es batu dan ditempatkan pada ember hitam,menyodorkan ikan ikan itu kepada ibu ibu yang berada di dapur,segera saja mereka bersihkan dan kemudian ikan ikan itu mereka masukan kedalam ruas ruas bambu sepanjang 50 cm kemudian disumbat dengan daun sagu..kata tarida begitulah cara mereka dalam mengawetkan daging termasuk ikan sehingga bisa disimpan berhari tanpa khawatir menjadi busuk. Bukan main baru datang saja kami sudah disuguhi dengan kebiasaan dan cara mentawai. Tak banyak yang kami lakukan selain beristirahat, bagiku menikmati sebatang rokok dan teh panas yang dibuatkan anak anak mentawai ini sudah lebih dari cukup sambil berorientasi di tempat baru....Hari semakin sore, disamping masih capek sudah agak keroncongan juga,..kubuka kotak ajaib..(sebuah kotak bekas kamera yang multifungsi berisikan aneka makanan instan, permen, coklat plus bumbu bumbu instan)..kunyalakan gompor gas dan kubuatkan mie instan goreng, pakai baso dan irisan daun bawang yang sudah mulai layu...Bagi orang mentawai 'makan' harus bersama sama walau apapun yang dimakannya, mie goreng walaupun sedikit kami tetap berbagi dengan mereka..alhamdulillah perut terisi kembali.Langit di hulu silaoinan sore itu hampir tidak berawan ,penuh cahaya kemerahan dari sinar matahari yang mau tenggelam,pantulan cahaya kecoklatan muncul dari sungai itu..tak mau kulewatkan kesempatan itu dengan kembali menyalakan kameraku. rekam,.rekam..dan rekam lagi...
Hari mulai gelap ,bunyi generator kecil mulai berderum dari belakang uma, sementara seorang anak berdiri diatas gare (teras uma) dengan sigap menangkap ayam ayam peliharaan mereka untuk dimasukan dalam keranjang,.hari itu tak terlihat hewan ternak lain yang pulang ke uma(kandang berada dibawah uma) ,konon hari itu sungai meluap jadi sapi dan babi yang pergi mencari makan sejak pagi tidak bisa pulang karena tidak bisa menyeberang sungai yang deras, menurut Aman Sabaogok , pemilik uma yang kami inapi ,hewan hewan ini biasa pergi mencari makan sendiri ke tengah hutan dan pasti kembali jika sungai surut di petang hari.
Dengan penerangan yang minim dibantu lampu minyak kami diperkenankan untuk menikmati makan malam bersama di tengah rumah. struktur ruang tengah uma memiliki multifungsi ,intinya adalah untuk ruang makan dan ruang tidur ,bentuknya seperti hall yang ditopang beberapa ugla atau tiang penopang serta pada bagian belakangnya dilengkapi dengan dua tungku panjang. menu malam itu, nasi hangat,ikan bakar bambu, sambal giling mentah , sayur labu tumis. serta kapurut ( sagu yang dibakar dalam daun sagu) ..muantabbbs!


Setelah perut kenyang kami pindah kebagian depan uma yang lebih terbuka dan dikelilingi bangku panjang sambil menikmati angin malam sungai silaoinan, malam ini anak anak mentawai akan menyuguhkan tarian tradisional mentawai, turuk . Mulanya mereka menurunkan gendang yang disimpan dilangit langit uma kemudian menuju ke tungku untuk memanaskan gendang yang terbuat dari kulit kerbau dan kulit biawak , agar lebih nyaring bunyinya , di "stem" lah..Anak anak ini mulai menyanyikan bait demi bait dengan bahasa sono,..okelah walaupun tidak kita pahami tapi enak juga didengar, disusul ketukan gendang berirama konstan anak anak ini mulai membuat lingkaran kecil dan berkeliling sambil menirukan gaya hewan dihutan seperti kera, burung atau ular..biasanya diantara ketukan gendang yang meninggi anak anak itu mulai menghentak-hentakan kakinya di lantai papan uma berkali kali, sehingga menimbulkan bunyi yang harmonis. Sementara beberapa orang dewasa dipojok rumah tidak terpengaruh dengan kami dan turuk, mereka asyik dengan bermain gaplek karo sambil menghentakan lempeng gaplek tebalnya di meja oleh setiap orang pada giliran mainnya , plakk!.. turuk dan gaplek mengisi penghujung hari kami. Tidur bagi orang mentawai memiliki arti tersendiri, agak berbeda dengan orang kebanyakan, jika tiba waktu tidur maka akan dibentangkan kelambu kelambu di dalam ruang tengah uma yeng berbentuk kotak dengan pengikat di keempat sudutnya, kelambupun bukan seperti kelambu umumnya, kelambu dijahit dari kain blacu dan tertutup rapat,..semacam lambang privasilah bagi suku mentawai, karena sebagai pelindung dari sengatan nyamuk (disana tempatnya malaria), juga sekaligus sebagai kamar knockdown yang dapat dibongkar pasang ..dalam sebuah uma bisa lebih dari 5 sampai 6 kelambu yang dibentangkan pada malam hari, malam pertama karena kelelahan dan tanpa memperhatikan cara tidur orang mentawai ,kami bertiga (aku,tribudianto dan trisnoto) sudah terlelap dan mendengkur diteras uma tanpa memakai kelambu, waktu pagi hanya terasa ada tambahan selimut di atas badan kita , konon semalam kami diselimuti aman sabaogok sebelum ia tidur...dan pagi itu aku terbangun karena diantara kakiku dan trisnoto terasa hangat dan empuk plus gerak gerak,..eh taunya, si hitam anjingnya aman sabaogok yang juga numpang hangat dikaki ...."walah,..turune karo asu" celetuk tribudianto. Fajar pagi itupun kami mulai beraktifitas dengan berencana akan melakukan filming keseharian suku mentawai mulai dari bangun pagi hingga petang nanti, termasuk aktifitas anak anak di sekolah hutan yang dikelola YCM(yayasan citra mandiri)..rutinitas pagi mulai terlihat disini , tanpa dikomando sepertinya sudah ada pembagian tugas dalam uma,..aman sabaogok terlihat memberi makan ayam sambil dikeluarkan dari kandangnya ,sementara anak laki laki ke tepi sungai sambil membawa kampak untuk membelah gelondongan batang sagu untuk makanan ternak..batang sagu biasanya dipotong per'satu'meteran kemudian ditambatkan di tepi sungai dengan tali rotan agar batang batang ini selalu basah oleh air sungai.. biasanya aman sabaogok pergi kehutan untuk melihat ladangnya atau berburu, tapi karena kehadiran kita di umanya ia lebih memilih tidak ke ladang dan tinggal di uma untuk menghormati tamunya,.wah jadi tidak enak juga nih dengan aman saba....pagi istri aman saba mengajak kami untuk membuat kapurut, atau makanan khas orang mentawai...bahan-bahannya sih gampang aja...bubuk sagu, parutan kelapa, udah deh...persis mirip kue rangi di jakarta, cuma tidak pake gula merah saja....nah kemudian adonan itu dimasukan kedalam daun sagu secara memanjang kemudian dililit melingkar...yanti pun ikut memasukan adonan kapurut kedalam daun sagu , begitupun aku,..ternyata tidak gampang ,tumpah terus dari pembungkusnya,..wah lama lama habis deh berjatuhan dilantai...setelah semua siap dibungkus barulah kapurut kapurut itu di jejerkan diatas aboduma atau tungku.. kurang dari sejam kapurut sudah bisa disantap apalagi kalau masih hangat, enak rasanya..bagiku kapurut nikmat sekali,..mungkin karena sejak kecil sering makan sagu kali yee...sekali makan bisa habis tiga atau empat bungkus,. " gile,ambon banget sih bang" seru yanti,. tapi bagi teman teman, kapurut merupakan cita rasa yang baru bagi mereka..pantas saja, tidak satupun yang terlalu tertarik dengan makanan ini...setelah sarapan, kami lanjutkan filming tentang uma,..mulai dari halaman sebelah kanan uma yanti mulai mengoceh didepan lensa kamera tentang uma,mulai dari luar, teras, ruang dalam, dapur, jairraba atau daerah tidur di dalam ruang tengah, pokoknya habis deh ,yanti seakan seorang ahli antropologi yang paham benar seluk beluk artifaknya orang mentawai...(rahasianya: semua informasi itu didapat dari buku uma, karangan tarida anak YCM yang nemenin kita juga...).
Hal terburuk yang selama ini kutakuti akhirnya terjadi,
aku kehilangan keseimbangan .....

Tidak ada komentar:
Posting Komentar